Cari Blog Ini

Sabtu, 31 Juli 2010

kata

B arang siapa menanti fajar dengan kesabaran
akan menemukan fajar dengan kekuatan
barang siapa mencintai cahaya akan di cintai cahaya ( kahlil gibran)

kalangan muslim spanyol telah menorehkan catatan paling mengagumkan dalam sejarah intelektual pada abad pertengahan (mediavelis) di eropa.Antara pertengahan abad ke-8 dan ke-13. Orang orang yang berbicara dengan bahasa Arab adalah para pembawa obor kebudayaan dan peradaban penting yang menyeruak menembus seluruh pelosok dunia. Selain itu mereka juga merupakan wasilah perantaraan yang menghubungkan ilmu dan filsafat yunani klasik sehingga khazanah kuno itu di temukan kembali. Tak hanya menjadi mediator mereka juga memberikan beberapa penambahan dan proses transmisi sedemikian rupa sehingga memungkinkan lahirnya pencerahan di Eropa Barat. Dalam semua proses tersebut bangsa arab-spanyol mempunyai andil yang sangat besar.
Di antara pencapaian yang telah mereka peroleh adalah dalam ranah pemikiran filsafat dan tasawwuf yang merupakan rantai yang paling kuat dalam mata rantai yang menghubungkan antara filsafat yunani ,timur dan latin barat, pencapaian mereka semakin kokoh dan di akui terutama dalam kontribusi mereka yang telah berhasil melakukan upaya mengkompromikan antara wahyu, akal dan intuisi serta agama dan ilmu pengetahuan. Untuk menunjukkan sisi dari kontribusi muslim spanyol abad pertengahan dalam ranah fisafat akan penulis ketengahkan nama Ibnu thufail yang merupakan tokoh filosuf muslim neo-platonis spanyol yang telah mencapai orisinalitas karya yang sedemikian rupa yang hidup pada masa pemerintahan dinasti muwahhidun.
Namanya adalah Abu bakr Muhammad bin Abd al malik ibn Muhammad ibn Thufail al Qaisi di nisbahkan kepada qobilah Qais yang yang merupakan qobilah termasyhur pada saat itu Beliau di lahirkan pada abad 12 di lembah khushoib yang jauhnya sekitar 60 km dari Granada sebagaimana kalangan islam pada masa itu dia belajar lebih dari satu bidang keilmuan meliputi filsafat, kedokteran, matematika, kosmologi ,sastra dan sufisme dari beberapa ulama islam pada masanya hingga akhirnya berhasil mencapai keahlian dalam bidang kedokteran sehingga di percaya sebagai dokter pribadi oleh abu ya’qub yusuf al manshur (1163-1184) yang merupakan khalifah dinasti Muwahhidun saat itu, dan beliau wafat pada tahun 1185 di ibukota muwahhidun, Maroko.
Sebagaimana umumnya para filosuf yang tenggelam dalam kerja kontemplatif ibnu thufail juga berfikir tentang alam dan bagaimana proses-prosesnya serta agama dan bagaimana kemunculannya kemudian beliau merangku
m hasil-hasil pencerahannya dalam karyanya yang terkenal yang di beri nama hay bin yaqdhan (hidup anak kesadaran, yang bermaksud bahwa intelek manusia berasal dari intelek Tuhan ) atau di kenal juga sebagai asraar al falsafah al isyraqiyah (rahasia-rahasia filsafat eluminasi) dan hasil karyanya ini telah di terjemahkan ke dalam bahasa latin pada masa di mana bahasa tersebut hanya di gunakan sebagai penterjemah karya-karya besar ilmiyah (magnum opus) yang menjadi referensi utama, termasuk yang telah menterjemahkannya ke dalam bahasa latin adalah Giovanni vico dolla Mirandolla (Abad 15) kemudian yang paling terkenal adalah Edward pockoke yang memberi tajuk pada karya tersebut Philosophus Autodidaktus (al filosuf al mu’allim nafsaha/Sang filosuf Autodidak) di mana nama tersebut di tujukan sebagai apresiasinya terhadap ibnu thufail, pada masa selanjutnya karya ini juga telah di terjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia. yang di dasarkan pada edisi bahasa latin diantararanya adalah simon ockley yang menerjemahkanya dalam bahasa inggris : The improvement of human reason (1708) kemudian di susul oleh edisi barunya dengan judul The History of Hayy ibn Yaqzhan (1926) dan di terjemahkan pula oleh Leon Gauthier ke dalam bahasa prancis di sertai dengan teks arabnya Hayy Ben Yaqdhan Roman Philosophique d’ibn Thofail di samping kemudian telah di terjemahkan ke dalam bahasa Spanyol.Jerman.Rusia, Belanda dan lain lain
Secara ringkas karya ini berkisah tentang seorang anak yang tumbuh tanpa ayah dan ibu di sebuah pulau tak berpenghuni, anak tersebut di sebut oleh ibnu thufail sebagai hay bin yaqdhan (hidup anak kesadaran) yang kemudian hari di ambil anak oleh seekor kijang dan di besarkan dengan air susunya hingga akhirnya menjadi dewasa dan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri, ketika umurnya telah mencapai usia tujuh tahun hay bin yaqdhan menemukan bahwa dirinya ternyata berbeda dengan hewan-hewan lain yang berada di pulau tersebut karena berbeda dengan dirinya hewan-hewan tersebut ternyata memiliki ekor,pantat dan bulu-bulu di bagian-bagian tubuhnya hal tersebut membuat hay bin yaqdhan mulai berfikir dan menggunakan potensi akalnya yang kemudian ia menjadikan daun-daunan untuk menutupi badannya untuk beberapa saat sampai akhirnya menggantinya dengan kulit binatang yang telah mati, sampai pada suatu saat matilah kijang yang mengasuhnya yang mendorongnya untuk memeriksa tubuh dari kijang tersebut tetapi secara kasat mata dia tak menemukan sesuatu yang berbeda dari ketika kijang itu masih hidup. Kemudian ia mulai membedahnya hingga menemukan pada rongga tubuh kijang tersebut gumpalan yang di seliputi oleh perkakas tubuh yang mana darah di dalamnya menjadi beku maka hay bin yaqdhan mulai tahu bahwa jantung jika berhenti maka bersamaan itu pula kehidupan suatu makhluk hidup akan berakhir…selain dari pada itu pada suatu hari hay bin yaqdhan menyalakan api di pulau tersebut maka ia mulai merasakan bahwa api ternyata dapat memberikan penerangan dan membangkitkan panas tidak cukup dengan itu ia juga menemukan bahwa daging burung dan ikan yang di bakar api terasa lebih enak dan sedap maka mulailah ia selalu menggunakan api untuk memasak makanan dan seterusnya mulailah ia memperkuat penggunaan indranya dan menggunakan apa yang ada di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Dan hay bin yaqdhan juga menyaksikan bahwa alam ini tunduk dalam suatu aturan kosmos dan akan berakhir pada titik ketiadaan….dan yang di maksud dengan alam adalah segala eksistensi yang immanent dan bisa kita rasakan dan semuanya itu mempunyai karakter “Baru” ( haadist) yang berarti di dahului oleh ketiadaan (yang dalam teori penciptaan di sebut sebagai creatio ex nihilo), dan setiap yang baru mengharuskan adanya yang mengadakan dan hipotesa ini akhirnya membawa hay bin yaqdhan pada suatu kesimpulan tentang “Sang Pencipta (The creator) dan ia juga menyaksikan bahwa segala eksistensi di alam ini bagaimanapun berbedanya ternyata mempunyai titik-titik kesamaan baik dari segi asal maupun pembentukan maka ini mengarahkannya pada pemikiran bahwa segala yang ada ini bersumber dari subyek yang satu (causa prima) maka iapun mengimani Tuhan yang satu.
Kemudian hayy bin yaqdhan mulai mengarahkan pandangannya ke langit dan melihat matahari yang terbit dan terbenam setiap harinya secara berulamg-ulang maka seperti itulah dalam pandangannya aturan kosmos yang berkesinambungan sebagaimana yang terdapat pada planet dan bintang-bintang , tidak cukup dengan itu hay bin yaqdhan berkesimpulan bahwa termasuk sifat tuhan adalah apa2 yang bisa kita lihat melalui jejak-jejak ciptaannya maka tampaklah karakter Tuhan sebagai Eksistensi yang Maha sempurna ( The perfect one ) lagi kekal (Eternal ) dan yang selainnya akan rusak dan berakhir pada ketiadaan.
Seiring dengan berjalannya waktu sampailah Hayy bin yaqdhan pada umurnya yang ke 35…dan mulailah ia mencari indra apa dalam dirinya yang membawanya pada hipotesa-hipotesa dan menunjukinya pada kesimpulan-kesimpulannya yang telah lampau. Maka ia menemukan apa itu akal(reason), ruh(spirit) dan jiwa(nafs/soul). Dan ia tetap hidup di pulaunya sampai beberapa saat dengan kecondongan rohani dan kesenangan melakukan ekstasi (semedi) sambil berkontemplasi tentang segala ciptaan sebagai teofani ( tajalliyaat ) sang wajibul wujud (The necessary being).
Sampai pada suatu saat singgahlah di pulau tersebut untuk pertama kalinya seorang manusia bernama Asal….seorang ahli ibadah yang hidup secara asketis (zuhud) yang datang dari negri yang jauh untuk beribadah,bertapa dan berkontemplasi , maka bertemulah Asal dengan Hayy bin yaqdhan . dan Hayy bin yaqdhan pun mengambil pelajaran darinya tentang segala nama-nama ( Al asmaa’ kulluhaa ) dan kebenaran-kebenaran wahyu ( syariat ). Dan setelah masa yang panjang Hayy pun akhirnya mampu berbicara dengan bahasa Asal . dan melalui interaksinya dengan Hayy maka Asal pun tahu bahwa apa yang telah di capai Hayy dengan akalnya secara mandiri tanpa bantuan yang lain itu ternyata mempunyai kesinambungan dengan apa yang telah di bawa oleh nabi-nabi .
Dan kemudian Asal pun membawa Hayy bin yaqdhan kepada kaumnya , dan mulai berorasi dan memperingatkan kaumnya( sebagaimana para nabi) dengan apa-apa yang te
lah ia lihat dan dapatkan dari pengalamannya tentang kesejatian hidup, keremehan harta benda dan pentingnya merenungi tanda-tanda kekuasaan Sang pencipta tetapi ia terlalu vulgar dalam penyampainnya sehingga kaumnya pun menghindarinya karena menganggapnya menyimpang dari pemahaman literar matan matan kudus wahyu. akhirnya Hayy bin yaqdhan berpaling kepada Asal dan berkata bahwa nabi-nabi lebih tahu tentang jiwa-jiwa manusia dari pada dirinya dan pelajaran-pelajaran dan pengalaman yang ia capai ketika masih hidup di pulau bersama hewan-hewan itu lebih tinggi dan adi luhung dari fase manusia yang ia hadapi sekarang. Dan akhirnya Asal pun menemani Hayy bin yaqdhan hidup bersama-sama dengannya beribadah dan merenung sampai maut menjemput mereka.

Orisinalitas Ibnu Thufail dan hubungannya dengan para filosuf

Banyak kalangan terpelajar yang melakukan kajian terhadap Ibnu Thufail berasumsi bahwa apa yang telah di capai oleh Ibnu Thufail dalam pemikiran filsafat mempunyai keterkaitan dengan para filosuf pendahulunya, sebagian berasumsi bahwa ia terpengaruh dengan pemikiran Ibnu Bajah, sebagian lagi beranggapan bahwa pemikirannya memiliki keterpengaruan terhadap filsafat Al Farobi, sedang sebagian yang lain memiliki kecurigaan kuat bahwa Ibnu Thufail merupakan murid otentik terhadap pemikiran-pemikiran Ibnu Sina bahkan menduga bahwa sesungguhnya ia telah mengambil “kalau tidak bisa di katakan memplagiat” segala sesuatunya dari Ibnu Sina sampai kepada nama tokoh-tokoh dan karakter dalam roman filsafatnya, sedangkan yang lain ada juga yang berpendapat bahwa ia terpengaruh kepada Al ghozali sampai kepada pendapat yang mengatakan tentang keterkaitan pemikirannya terhadap pengaruh filsafat Hindia, Persia dan Yunani, tetapi kalau kita teliti lebih dalam karyanya akan kita dapati bahwa sesungguhnya Ibnu Thufail dalam pemikiran fisafatnya merupakan pribadi yang independent dan memiliki orisinalitas dan keistimewaan tersendiri, untuk melepaskan Ibnu Thufail dari tuduhan para kritikus yang menuduh Ibnu Thufail telah melakukan pengekoran terhadap para filosuf pendahulunya Sheikh Al azhar terdahulu Dr. Abdul halim mahmud dalam bukunya Ibnu Thufail Wa Falsafatuhu ( Ibnu Thufail dan Filsafatnya ) telah memberikan penjelasan yang cukup argumentatif yang dalam hal ini akan penulis beberkan secara ringkas sebagai berikut :
Adapun bukti yang memperlihatkan indepedensi Ibnu Thufail dari pengaruh Al Farobi dapat kita baca dari sikap Ibnu Thufail sendiri terhadap Al Farobi yang mana ia telah memproklamirkan secara terang-terangan bahwa pemikiran yang terkandung dalam karya-karya Al Farobi penuh dengan skeptisisme ( kastrah assyukuuk ) kemudian memberikan contoh dengan pendapat Al Farobi yang mengatakan bahwa kebahagiaan hanya terdapat dalam dunia material yang kita tempati sekarang ini ( addaar addunya ) lalu mengkritiknya dengan ungkapannya “ Sungguh pendapat ini telah mendorong sikap pesimis seluruh manusia dari rahmat Tuhan dan telah menempatkan orang yang memiliki keutamaan dan seorang pendosa dalam satu level dengan mengatakan bahwa seluruhnya akan kembali kepada ketiadaan ( ex nihilo ) dan pendapat yang sedemikian itu merupakan kesalahan fatal yang tak dapat di tolerir”. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Ibnu Thufail telah mengambil sikap antipati terhadap pemikiran al farobi dan telah menolaknya secara global jika tidak bisa di katakan secara parsial, maka merupakan pernyataan yang tidak logis untuk mengatakan bahwa pemikiran Ibnu Thufail merupakan kepanjangan tangan dari pemikiran Al Farobi sekalipun ia telah membaca karya-karya Al Farobi maka itu tidak lain merupakan pembacaan kritis ( qiroah annaqidh ).
Adapun Ibnu Bajah ia bukan termasuk penduduk Andalusia dan Ibnu Thufail telah mengklaim bahwa Ibnu Bajah bukanlah orang yang lebih cerdas dan lebih mempunyai pemikiran cemerlang di banding dirinya karena ia terlalu di sibukkan oleh dunia dengan memperbanyak dan mengumpulkan harta benda sampai dengan kematiannya dan ini bersebarangan dengan upaya untuk sampai kepada pengetahuan level tertinggi yang dalam redaksi Ibnu Thufail di sebut sebagai level orang-orang yang memperoleh kebenaran ( maraatib uuli asshidq ). Karena itu Ibnu Thufail menyebut Ibnu Bajah hanya sampai pada fase filosuf pemikir saja (Ahl Annadhar ) yang bisa di capai dengan pengetahuan aksiomatik dan penalaran rasio dan itu hanya merupakan fase pertama ( al marhalah al ula ) bukan merupakan fase tertinggi yang di sebut Ibnu Thufail sebagai fase Ahl al wilayah yang merupakan puncak cita-cita Ibnu Thufail sekalipun ia juga berpendapat bahwa fase aksiomatik-rasional bisa mengantarkan pada kebenaran argumentasi namun ia menyebutnya sebagai fase permulaan saja sampai kemudian ia menolak rasio sebagai dasar pengetahuan sejati.
Adapun tentang Ibnu Sina , Ibnu Thufail telah di buat kagum olehnya karena dengan ketajaman metode rasionalnya ia berhasil melangkah dan memberikan karakter pada fase atau level uuli ashidq sekalipun ia tetap menganggap Ibnu Sina bukanlah orang yang telah menceburkan diri, menghirup dan merasakan manisnya fase tersebut. Ini setali sekelindan dengan pernyataan Baron Carodevo bahwa Ibnu Sina mempelajari sufisme dan mistisisme hanya sebatas sebagai obyek kajian tematik tapi tidak sampai pada tataran praksis, sekalipun kekuatan nalarnya telah membuatnya mampu untuk memberikan karakteristik pada fase tersebut, dan inilah yang telah menempatkan Ibnu Sina setingkat dengan Ibnu Bajah pada fase rasional-aksiomatik akan tetapi Ibnu Sina telah mampu selangkah lebih maju dalam karakterisasi persoalan metafisika dengan sedemikian teliti dan indah, dan pada ranah inilah sisi kekaguman Ibnu Thufail kepada Ibnu Sina walaupun ia belum sampai pada fase ma’rifat yang di inginkan Ibnu Thufail yang berbeda dengan fase rasional-aksiomatik dan merupakan fase intuitif-experimentatif (tadhawwuq), penyingkapan (kasyf ) dan penyaksian (musyahadah) seperti yang di sebutkan dalam pernyataan Ibnu Thufail “ Jangan kalian duga bahwa filsafat yang telah sampai kepadaku lewat karya-karya Aristoteles, Abu Nasr Al Farabi dan buku Asyifa’ Ibnu Sina dapat memenuhi tujuan yang aku dambakan, bahkan tak ada satupun yang termuat dalam karya-karya ahli Andalusia yang dapat memuaskanku” adapun asumsi sebagian penulis tentang kesamaan roman filsafat Ibnu Thufail dengan kisah karya Ibnu Sina dapat terpecahkan jika kita mau mencoba memisahkan kisah simbolis Ibnu Sina dari simbol-simbol yang meliputinya maka akan kita dapati bahwa itu hanya merupakan karya yang mempunyai arti biasa yang dapat di tulis oleh semua orang. Dari sudut pandang ini dapat kita simpulkan bahwa Ibnu Thufail mempunyai pendapat dan pemikiran yang mandiri dan tidak mengekor kepada Ibnu Sina dan ia menganggap bahwa pencapaian Ibnu Sina hanya merupakan suatu fase dari fase-fase pengetahuan yang bukan merupakan esensi pengetahuan.
Adapun tentang Al ghazali Ibnu Thufail berpendapat dengan pernyataannya “ tak di ragukan lagi bahwa Syeikh Abu hamid ( Al ghazali ) termasuk orang yang telah merasakan puncak kebahagian dan telah sampai kepada fase termulia dan kudus ( fase ulu asshidq atau pengetahuan sejati dalam konteks nilai pengetahuan ) akan tetapi terlepas dari apresiasi Ibnu Thufail terhadap Al ghazali kalau kita telaah dan bandingkan lebih jauh antara pemikiran filsafat Ibnu Thufail dan Al ghazali akan kita dapati perbedaan yang cukup mencolok terutama sikap mereka terhadap fase aksiomatik-rasional. Di satu sisi al ghazali menolak dengan tajam fase tersebut dan menganggap bahwa penalaran rasio tidak dapat mengantarkan seseorang kepada hakekat dan keyakinan, dan pernyataan Ibnu Thufail dalam roman filsafatnya terutama ketika menggambarkan tentang fase pertama ( aksiomatik-rasional ) sangat kontra produktif dengan pendapat Al ghazali tersebut karena di situ Ibnu Thufail masih mengakui eksistensi penalaran rasio sebagai metode mencapai pengetahuan yang merupakan fase pertama yang harus di lewati untuk mencapai pengetahuan sejati akan tetapi lebih dari itu Ibnu Thufail masih mengakui Al ghazali sebagai orang yang telah mencapai esensi pengetahuan yang luhur.
Dari penjelasan yang telah lewat dapat kita simpulkan dengan tegas bahwa Ibnu Thufail merupakan filosuf orisinil yang independent dan mandiri dalam pemikiran-pemikirannya dan ia memiliki metode tersendiri dalam upaya mencapai esensi pengetahuan dan ini di tegaskan lagi dengan pernyataannya tentang karyanya “ karya ini mengandung penjelasan-penjelasan yang tidak di dapatkan dalam sebuah buku dan merupakan ilmu yang tersimpan yang tidak di terima kecuali oleh orang-orang yang telah makrifat kepada Tuhan dan tidak di tolak kecuali oleh orang-orang yang tertipu”

Filsafat Ibnu Thufail

Filsafat Ibnu Thufail secara ringkas sesungguhnya ingin menyatakan bahwa seorang manusia yang mempunyai pikiran yang cerdas dan memiliki kesiapan secara natural memungkinkan untuk sampai kepada suatu pengetahuan secara gradual dari suatu yang indrawi kepada suatu yang rasional atau dari suatu yang tak di ketahui (majhul ) menuju suatu yang di ketahui ( ma’lum) sampai kemudian menuju ke pembentukan pengetahuan yang bersifat metafisika , dan kemungkinan itu tetap ada sekalipun ia hidup di habitat yang terisolir dari manusia tanpa bantuan bahasa, tradisi, agama dan budaya yang mewarnainya , dan itulah tema yang ingin di tunjukkan dalam kehidupan hay bin yaqdhan dalam keterisolasirannya yang total sejak kelahirannya , ini berbeda dengan Ibnu Sina dan Ibnu Bajah yang berpendapat bahwa pemikiran tentang hal-hal metafisika merupakan hasil dari pembelajaran, study, dan inteletualitas yang berarti mensyaratkan bagi orang yang mencapai pengetahuan tersebut untuk hidup dalam habitat manusia.
Selain daripada itu sesungguhnya Ibnu Thufail dalam karyanya tersebut ingin menawarkan apa yang dalam diskursus filsafat di sebut sebagai epistemologi, epistemologi sendiri sebagaimana tersebut dalam wikipedia berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan di bahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, sumber-sumbernya serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan yang secara singkat berarti juga teori pengetahuan. adapun di sini penulis hanya akan mencoba memfokuskan diri pada sumber-sumber pengetahuan yang merupakan tema sentral dalam roman filsafat Ibnu Thufail.
Roman filsafat Ibnu Thufail ingin menjelaskan bahwa sumber-sumber pengetahuan yang hendak di capai seorang manusia setidaknya ada tiga meliputi indrawi, akal atau rasio dan intuisi( hati) , adapun yang pertama yaitu indrawi meliputi panca indra yang lima yaitu penglihatan, pendengaran, perasam pencium dan peraba yang merupakan alat untuk mengenali lima dimensi obyek yaitu obyek-obyek fisik yang terlihat, suara, rasa , bau-bauan dan obyek yang tersentuh sekalipun begitu indrawi masih mempunyai kelemahan karena ia terkadang tidak bekerja secara sempurna maka di sinilah di butuhkan sumber pengetahuan yang kedua yaitu akal atau rasio yang dengan daya penalarannya mampu mengabstraksikan suatu obyek yang karena itu ia mampu mengetahui seluruh profil dari suatu obyek ( mungkin kisah tentang tiga orang buta yang termasyhur itu dapat membantu anda memahami konsep ini ) selain ia juga mampu menangkap esensi dari obyek yang di pahaminya dan di amati oleh indrawi dengan demikian akal atau rasio bersifat melengkapi indrawi.akan tetapi akalpun masih bersifat terbatas misalnya akal tidak mampu mengerti mengapa orang yang sedang jatuh cinta akan sangat berbeda dalam melihat realitas kenapa amr qois ketika memandang rumah laila akan memiliki makna yang berbeda di banding orang lain di sinilah di butuhkan sumber pengetahuan yang lain yang ketiga adalah intuisi ( hati ) yang menurut Ibnu Thufail mampu menangkap esensi dari pengetahuan sejati yang merupakan wilayah metafisika dengan cara penyucian jiwa (tazkiah annafs/ riyadhah ruhiyah) yang sering di capai oleh para ‘urafa dan bentuk tertinggi dari pencapaian intusi ini adalah wahyu yang di khususkan sebagai status kenabian..
Di roman filsafatnya Ibnu Thufail juga ingin menyampaikan bahwa kebenaran ternyata memiliki dua wajah internal dan eksternal yang sebenarnya sama saja . dan kedua wajah tersebut berkaitan dengan dikhotomi dua kalangan manusia yaitu kalangan khowash yang mampu mencapai taraf kecerdasan tertinggi baik melalui diskursus filosofis maupun pencerahan mistik ( kasyaf ) dan kalangan awam yang tak mampu mencapainya dan hanya mampu mengerti bahasa literal dari matan-matan kudus wahyu keagamaan.
Akhirnya marilah kita mempertimbangkan bagi adanya epistomologi islam yang lebih holistic di tengah-tengah paham rasionalisme, empirisisme, dan intusisme yang hanya melihat pengetahuan dari satu wajah, di tengah tengah intelektualitas yang kering spiritulitas atau spiritualitas yang jauh dari intelektualitas.

hampa

Terkadang kita merasakan apa sih peranan saya di dunia ini?

Apa benar jalan hidup saya di bidang yang saya tekuni saat ini?

Banyak orang yang pernah merasakan hal tersesbut, dan saya sangat
yakin kita semua pasti pernah merasakan hal itu, sebab dengan cara
seperti itulah akhirnya kita mau dan bisa meluangkan waktu lebih untuk
merenungkan Tuhan. Untuk lebih dekat dengan Tuhan dan bertanya apa sih
tujuan hidup kita?

Terkadang kita merasa, bahwa tujuan kita peranan kita adalah di
bidang yang saat ini kita tekuni, tapi di waktu lain kita merasa begitu
hampa dan mulai bertanya kembali, benarkah ini jalanku? Tidak sedikit
yang akhirnya memilih untuk berpindah jalur dan terus berpindah jalur
untuk menemukan apakah benar itu jalur untuk mereka. Sampai akhirnya
mungkin pilihan itu malah membuat mereka semakin hampa dan bertanya.

Saya pribadi sempat mengalami beberapa kali kehampaan dalam hidup
ini, sampai pada perenungan saya akhirnya ketemu juga jawabannya. Ya,
memang inilah jalanku, yah inilah tempatku, yah untuk itulah Tuhan
menempatkanku di sini...yang harus saya cari bukan lagi, apa benar di
sini tempatnya, tetapi untuk apa saya ditempatkan di sini. Itulah yang
hendak kita cari.

Jika kita mencari tahu untuk apa kita ditempatkan di sini, maka
segala menjadi jelas. Tuhan memang Maha Besar, sehingga menempatkan
kita di tempat yang benar-benar tepat sehingga kita bisa berkarya.

Selamat menemukan arti peran anda, dan nikmatilah kehampaan sesaat dalam hidup anda!
Suatu hari Rasulullah bertemu dgn salah seorang sahabat yang kondisi sangat memprihatinkan sehingga mengundang perhatian Rasul sampai Rasul berta mengapa kamu menjadi seperti ini. Orang tersebut menjawab dgn penuh percaya diri bahwasa dia menjadi seperti itu justru karena doanya. Doa adl : Ya Allah berilah saya kesengsaraan dunia dan jadikan kesengsaraan dunia sebagai indikator bahwa saya akan mendapat kebahagiaan akhirat. Mendengar jawaban itu Rasulullah hanya bersabda : inginkah aku tunjukkan doa yg lbh baik dari itu? Lalu dari peristiwa ini turunlah Surat Al-Baqarah ayat 201 Robbana atina fiddunyaa hasanahan wa fil aakhiroti hasanahan waqinaa adzaabannaari {Ya Allah berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka}

Jadi Rasul lbh suka kita punya sebuah kerangka berfikir bahwa kita berusaha utk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akan mejadikan kebahagiaan dunia sebagai jembatan utk mendapatkan kebahagiaan akhirat. Itu sebenar yg lbh disukai Rasul. Dan bapak-ibu pada musim haji atau yg sudah pergi haji doa yg sering kita baca doa itu. Jadi doa yang sudah sering kita dengar atau yg sudah familiar dgn pendengaran kita itu doa yg sangat luar biasa.

Doa Robbana atina merupakan doa yg paling mewarnai ketika kita melaksanakan ibadah haji dan juga utk kita yg tak sedang melakukan ibadah haji tampak doa itu harus menjadi bagian urat nadi kehidupan kita. Kita minta diberikan kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan akhirat.
Oleh karena itu saya Fajar Kadafi mengajak saudara-saudara yuk kita belajar memperbaiki diri walaupun sekecil apapun dan yuk kita mulai bekerja......


Shalat malam, bila shalat tersebut dikerjakan sesudah tidur, dinamakan shalat Tahajud, artinya terbangun malam. Jadi, kalau mau mengerjakansholat Tahajud, harus tidur dulu. Shalat malam ( Tahajud ) adalah kebiasaan orang-orang shaleh yang hatinya selalu berdampingan denganAllah SWT.

Berfirman Allah SWT di dalam Al-Qur’an :
“ Pada malam hari, hendaklah engkau shalat Tahajud sebagai tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ketempat yang terpuji.”
(QS : Al-Isro’ : 79)

Shalat Tahajud adalah shalat yang diwajibkan kepada Nabi SAW sebelum turun perintah shalat wajib lima waktu. Sekarang shalat Tahajud merupakan shalat yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan .

Sahabat Abdullah bin
Salam mengatakan, bahwa Nabi SAW telah bersabda :
“ Hai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam dan berikanlah makanan serta sholat malamlah diwaktu manusia sedang tidur, supaya kamu masuk Sorga dengan selamat.”(HR Tirmidzi)

Bersabda Nabi Muhammad SAW :
“Seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu ialah shalat sunnat di waktu malam” ( HR. Muslim )

Waktu Untuk Melaksanakan Sholat Tahajud :
Kapan afdhalnya shalat Tahajud dilaksanakan ? Sebetulnya waktu untuk melaksanakan shalat Tahajud ( Shalatul Lail ) ditetapkan sejak waktu Isya’ hingga waktu subuh ( sepanjang malam ). Meskipun demikian, ada waktu-waktu yang utama, yaitu :
1. Sangat utama : 1/3 malam pertama ( Ba’da Isya – 22.00 )
2. Lebih utama : 1/3 malam kedua ( pukul 22.00 – 01.00 )
3. Paling utama : 1/3 malam terakhir ( pukul 01.00 - Subuh )

Menurut keterangan yang sahih, saat ijabah (dikabulkannya do’a) itu adalah 1/3 malam yang terakhir. Abu Muslim bertanya kepada sahabat Abu Dzar : “ Diwaktu manakah yang lebih utama kita mengerjakan sholat malam?”
Sahabat Abu Dzar menjawab : “Aku telah bertanya kepada Rosulullah SAW sebagaimana engkau tanyakan kepadaku ini.” Rosulullah SAW bersabda :
“Perut malam yang masih tinggal adalah 1/3 yang akhir. Sayangnya sedikit sekali orang yang melaksanakannya.” (HR Ahmad)

Bersabda Rosulullah SAW :
“ Sesungguhnya pada waktu malam ada satu saat ( waktu. ). Seandainya seorang Muslim meminta suatu kebaikan didunia maupun diakhirat kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan memberinya. Dan itu berlaku setiap malam.” ( HR Muslim )

Nabi SAW bersabda lagi :
“Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun ( ke langit dunia ) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman : “ Barang siapa yang menyeru-Ku, akan Aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku perkenankan permintaanya. Dan barang siapa meminta ampunan kepada-Ku, Aku ampuni dia.” ( HR Bukhari dan Muslim )

Jumlah Raka’at Shalat Tahajud :
Shalat malam (Tahajud) tidak dibatasi jumlahnya, tetapi paling sedikit 2 ( dua ) raka’at. Yang paling utama kita kekalkan adalah 11 ( sebelas ) raka’at atau 13 ( tiga belas ) raka’at, dengan 2 ( dua ) raka’at shalat Iftitah. Cara (Kaifiat) mengerjakannya yang baik adalah setiap 2 ( dua ) rakaat diakhiri satu salam. Sebagaimana diterangkan oleh Rosulullah SAW :“ Shalat malam itu, dua-dua.” ( HR Ahmad, Bukhari dan Muslim )

Adapun Kaifiat yang diterangkan oleh Sahabat Said Ibnu Yazid, bahwasannya Nabi Muhammad SAW shalat malam 13 raka’at, sebagai berikut :
1) 2 raka’at shalat Iftitah.
2) 8 raka’at shalat Tahajud.
3) 3 raka’at shalat witir.

Adapun surat yang dibaca dalam shalat Tahajud pada raka’at pertama setelah surat Al-Fatihah ialah Surat Al-Baqarah ayat 284-286. Sedangkan pada raka’at kedua setelah membaca surat Al-Fatihah ialah surat Ali Imron 18-19 dan 26-27. Kalau surat-surat tersebut belum hafal, maka boleh membaca surat yang lain yang sudah dihafal.Rasulullah SAW bersabda :
“Allah menyayangi seorang laki-laki yang bangun untuk shalat malam, lalu membangunkan istrinya. Jika tidak mau bangun, maka percikkan kepada wajahnya dengan air. Demikian pula Allah menyayangi perempuan yang bangun untuk shalat malam, juga membangunkan suaminya. Jika menolak, mukanya
disiram air.” (HR Abu Daud)

Bersabda Nabi SAW :
“Jika suami membangunkan istrinya untuk shalat malam hingga
keduanya shalat dua raka’at, maka tercatat keduanya dalam golongan (perempuan/laki-laki) yang selalu berdzikir.”(HR Abu Daud)

Keutamaan Shalat Tahajud :
Tentang keutamaan shalat Tahajud tersebut, Rasulullah SAW suatu hari bersabda : “Barang siapa mengerjakan shalat Tahajud dengan
sebaik-baiknya, dan dengan tata tertib yang rapi, maka Allah SWT akan memberikan 9 macam kemuliaan : 5 macam di dunia dan 4 macam di akhirat.”
Adapun lima keutamaan didunia itu, ialah :
1. Akan dipelihara oleh Allah SWT dari segala macam bencana.
2. Tanda ketaatannya akan tampak kelihatan dimukanya.
3. Akan dicintai para hamba Allah yang shaleh dan dicintai oleh
semua manusia.
4. Lidahnya akan mampu mengucapkan kata-kata yang mengandung hikmah.
5. Akan dijadikan orang bijaksana, yakni diberi pemahaman dalam agama.

Sedangkan yang empat keutamaan diakhirat, yaitu :
1. Wajahnya berseri ketika bangkit dari kubur di Hari Pembalasan nanti.
2. Akan mendapat keringanan ketika di hisab.
3. Ketika menyebrangi jembatan Shirotol Mustaqim, bisa melakukannya dengan sangat cepat, seperti halilintar yang menyambar.
4. Catatan amalnya diberikan ditangan kanan.
(Bahan (materi) di ambil dari buku “RAHASIA SHALAT SUNNAT” (Bimbingan Lengkap dan Praktis) Oleh: Abdul Manan bin H. Muhammad S

Rabu, 07 Juli 2010



Sahabat adalah keperluan jiwa, yang mesti dipenuhi.

Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau tuai dengan penuh rasa terima kasih.

Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.

Kerana kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa mahu kedamaian.



Bila dia berbicara, mengungkapkan fikirannya, kau tiada takut membisikkan kata "Tidak" di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata "Ya".

Dan bilamana dia diam,hatimu berhenti dari mendengar hatinya; kerana tanpa ungkapan kata, dalam persahabatan, segala fikiran, hasrat, dan keinginan dilahirkan bersama dan dikongsi, dengan kegembiraan tiada terkirakan.

Di kala berpisah dengan sahabat, tiadalah kau berdukacita;

Kerana yang paling kau kasihi dalam dirinya, mungkin kau nampak lebih jelas dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.



Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya roh kejiwaan.

Kerana cinta yang mencari sesuatu di luar jangkauan misterinya, bukanlah cinta , tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada diharapkan.



Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.

Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenali pula musim pasangmu.

Gerangan apa sahabat itu jika kau sentiasa mencarinya, untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?

Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!

Kerana dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.

Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria dan berkongsi kegembiraan..

Karena dalam titisan kecil embun pagi, hati manusia menemui fajar dan ghairah segar kehidupan.


Betapa puisi persahabatan tersebut terasa penuh makna kehidupan yang tidak pernah akan kering karena disirami oleh rasa percaya akan sesama sahabat yang begitu melekat dalam hati.

Jika Anda ingin membuat puisi persahabatan, maka sebenarnya tidak ada ketentuan baku yang membatasinya. Anda bisa secara bebas menuangkan isi hati Anda. Adapun letak kesuksesan puisi ini tentu saja ketika bisa dinikmati oleh banyak orang, akan kedalaman makna persahabatan yang terkandung didalamnya.

sunyi..


DI pena yang ku pegang ini
lebih banyak kesedihan, kekecewa,an, kepedihan
& kesunyian yang aku tuliskan
karna pada saat-saat itulah
aku sering meluapkan perasa,an ini dengan penaku
aku berharap bisa menggoreskan pena ini dengan kisah kebahagiaan
akan tetapi saat aku baru ingin memulai
menulais teentang kebahagiaan.. pena ini terhenti
dengan sendirinya,
pena ini tak mendapatkan kata-kata kebahagiaan
dari si penulisnya.
karna lebih banyak kabut kekecewaan dari sang penulis
yang menutupi kebahagiaan,nya
tiba-tiba aku teringat masa-masa kecilku..
ku ingin kembalai ke masa-masa itu
karna lebih mudah ku peroleh
kebahagiaan pada saat itu, tapi semua itu hanya imajinasi belaka.
dan aku sadar aku harus berjuang sendiri di masa saat ini
karna aku harus mencari jatidiriku..
meskkipoen lebih sulit ku temukan kebahagiaan di masa sekarang ini
aku harus berjuang tuk meraihnya,,
aku harus mencari senyumanku, aku akan mengejar keceriaan
di manapun ia berada, karna DUNIA ini hanya kejam kepada
orang yang lemah, dan aku berharap itu tidak terjadi pada diriku..







Kesunyian hadir dan menyelimuti malam..
termenung di dalam kebimbangan.
di usik oleh beribu-ribu pertanyaan
yang meragukan isi hati
kasih sayang yang ia rasakan
bagaikan orang buta yang mencari suara
apkah kasih yang kurasakan ini hampa..??
taukah hanya prasangka hati
yang kalut &bimbang saja..







kekecewaan perasaan dari hati ini karna ualah yang ku perbuat sendiri
kenapa & mengapa semua ini harus terjadi
mengapa aku bisa berbuat seperti ibni kepada diriku sendiri
kenapa aku tak pernah bisa menghadapi kenyataan ini??
aku lemah terhadap perasaan yang ku miliki
mengapa aku seperti seorang pengecut
aku ingin bangkit & menghadapi semua kenyataan ini
karna aku tak in gain menjadi lemah seperti inni
aku harus merubah diriku karna aku gak ingin selamanya mejadi seorang pengecut
Pagi ini tak cukup ramai, tapi masih ada senyuman yang bisa aku temui...
masih ada keceria,an yang bisa aku jumpai..
&itu menjadikanhari ini cukup indah tuk akku lalui..
karna,. keceriaan itu perlu dan senyuman itu sangat berharga..
semua itu bisa menjadikan semangat buat,ku
tuk melangkahkan kaki ini di pagi ini..


QOLBU...
HATI....
PERASAAN..
& PIKIRAN...
apakah benar mereka saling berinteraaksi satu sama lain..??
jika mereka memiliki tingkat keutamaan yang berbeda
lalu manakah di antara mereka yang memiliki kedudukan yang lebih mulia..???
manakah yang lebih berperan di dalam manusia..?
karna aku tak ingin salah melangkah di dalam kehidupan ini..

Jumat, 02 Juli 2010

Apakah yang burung sampaikan dengan kicauan mereka..??
apakah kicauan mereka menyampaikan prasa,an mereka
yang ceria.. tau prasa,an yang bahagia...???
ataukah kicauan mereka menyampaikan keluh-kesah mereka kepada bumi dan
semua penghuninya....??
manusia hanya bisa mendengar
kicauan mereka begitu saja...
semakin beragam kicauan mereka, manusia
semakin senang pula mendengar,nya...
manusia tak pernah tau apa
yang di sampaikan oleh burung-burung itu...
bahkan kebodohan manusia adlah
mereka yak mau tau itu semua..

bagi manusia.. semakin indah kicauan burung-burung itu..
semakin menambah NAFSU manusia itu tuk memilikinya..
manusia tak mau tau seperti
apa kebahagia,an burung-burung itu jka
mereka bsa hidup di alam bebas...
sekarang telah menjadi takdir burung itu
krna harus terpaksa hidup
di dalam penjara sangkar, tanpa bisa
merasakan lagi kebebasan... dan hanya bisa menunggu
kematian yang pasti akan menjeputnya di dalam
sangkar yang tak pernah ingin mereka rasakan..
atau mungkin ada mukjizat
yang bisa membebaskan burung-burung itu dari
sangkar yang memenjarakan mereka...???
Yaaa..... ALLAH
aku tau, lebih banyak Dosa yang aku perbuat ketimbang amal ibahku kepadamu..
apakah ENGKAU akan mengampuni semua DOsa yang telah ku perbuat ini??
ENGKAU menganugrahkan segala apa yang telah engkau ciptakan kepada siapapun..
tapi aku bukan termasuk manusia yang pandai memanfa,atkan smua yang telah engkau ciptakan..
apakah ENGKAU akan mengampuni kebodohan,ku ini...???

TANGIS

Apakah tangisan bisa merubah tentang beberapa hal..?
mengapa banyak orang menangis
pada saat sesuwatu terjadi pada mereka..?
Apakah yang mereka peroleh
sa,at tangisan mereka terhenti...?
kenapa harus adaair mata yang berlinang,
jka memang itu tak bisa merubah apapun...
mengapa harus ada kekecewa,an jika kenyata,an
tak bisa berubah...
& tak bisa mengembalikan apa pn yang telah terjadi...